Sabtu, 06 November 2010

askep meningitis

MENINGITIS
A.    DEFINISI
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf.
B.     PATOFISIOLOGI
*      Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosepalus dan peningkatan tekanan intra cranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah : Hiperemi pada meningen. Edema dan eksudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan intra cranial.
*      Organism masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Masuknya dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau pecahnya abses serebral atau kelainan system saraf pusat. Otorrhe atau rhinorrhea akibat fraktur dasar tenggorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara CSF dan dunia luar.
*      Masuknya mikroorganisme ke susunan saraf pusat melalui ruang sub-arachnoid dan menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF, dan ventrikel.
*      Dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan hidrosefalus.
*      Meningitis bakteri : netrofil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel respon radang. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan lekosit yang dibentuk di ruang subarachnoid. Penumpukan CSF di sekitar otak dan medulla spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat menimbulkan rupture atau thrombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak dapat menjadi infarct.
*      Meningitis virus sebagai akibat dari penyakit virus seperti meales, mump, herpes simplek dan herpes zoster. Pembentukan eksudat pada umumnya tidak terjadi dan tidak ada mikroorganisme pada kultur CSF.

C.    KOMPLIKASI
*      Hidrosefalus obstruktif
*      Meningococcal septicemia (meningngocemia)
*      Sindrom water friderichssen (septic syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral)
*      SIADH (syndrome inappropriate antidiuretik hormon)
*      Efusi subdural
*      Kejang
*      Edema dan herniasi serebral
*      Serebral palsy
*      Gangguan mental
*      Gangguan belajar
*      Attention deficit disorder

D.    ETIOLOGI
*      Bakteri : Haemophilus influenza (tipe B), sterpococcus pneumonia, neisseria meningitis, β  hemolytic streptococcus, staphylococcus aureu, e. coli.
*      Factor prediposisi : jenis kelamin : laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita
*      Factor maternal : rupture membrane fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
*      Factor immunologi ; defisiensi mekanisme imun, defisiensi immunoglobulin, anak yang mendapat obat-obat imunosupresi
*      Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan system persarafan.

E.     MANIFESTASI KLINIS
*      Neonates : Menolak untuk makan, reflex mengisap kurang, muntah atau diare, tonus otot berkurang, kurang gerak dan menangis lemah.
*      Anak-anak dan Remaja ; demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus. Tanda kerning dan brudzinski positif, reflex fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus (menunjukkan adanya infeksi meningococcal.)
*      Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan sampai 2 tahun) ; demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kering dan bruszinsky positif.

F.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
*      Punksi Lumbal : tekanan cairan meningkat, jumlah sel darah putih meningkat, glukosa menurun, protein meningkat
*      Kultur darah
*      Kultur swab hidung dan tenggorokan

G.    PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
*      Isolasi
*      Terapi Antimikroba : antibiotic yang diberikan didasarkan pada hasil kultur dengan dosis tinggi melalui intravena
*      Mempertahankan hidrasi optimum : mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan. Cairan yang dapat menyebabkan edema.
*      Mencegah dan mengobati komplikasi : aspirasi efusi subdural (pada bayi), terapi heparin pada anak yang mengalami DIC
*      Mengontrol kejang ; pemberian terapi antiepilepsi
*      Mempertahankan ventilasi
*      Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
*      Penatalaksanaan syok bacterial
*      Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
*      Memperbaiki anemia
PENATALAKSANAAN PERAWATAN
1.      PENGKAJIAN
*      Riwayat Keperawatan : riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat pembedahan pada otak, cedera kepala
*      Pada Neonatus : kaji adanya perilaku menolak untuk makan, reflek mengisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan mengangis lemah.
*      Pada anak-anak dan remaja : kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang muntah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, per-ilaku agresif atau maniak., penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda kernig dan brudzinsky positif, reflex fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus.
*      Bayi dan anak-anak (usia 13 bulan sampai 2 tahun): kaji adanya demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kerniq dan brudzinksy positif.

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan proses inflamasi
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tekanan intra cranial.
3.      Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernafasan, ketidakmampuan untuk batuk, dan penurunan kesadaran
4.      Tidak efektif pola napas berhubungan dengan menurunnya kemampuan untuk bernapas.
5.      Resiko injuri berhubungan dengan disorientasi, kejang, gelisah.
6.      Perubahan proses berfikir berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran.
7.      Kurangnya volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake cairan, kehilangan cairan yang abnormal.
8.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya sekresi hormone antidiuretik.
9.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, lemah, mual dn muntah.
10.  Kecemasan berhubungan dengan adanya situasi yang mengancam

3.      PERENCANAAN
1.      Anak akan mempertahankan perfusi serebral yang adekuat
2.      3 dan  4. Anak akan menunjukkan status pernapasan adekuat yang ditandai dengan jalan napas paten dan bersih, pola napas efektif dan pernapasan normal
5.      anak tidak akan mengalami injuri
6.      anak akan mempertahankan kontak dengan lingkungan sekitar.
7.      Anak tidak memperlihatkan kekurangan volume cairan yang ditandai dengan membrane mukosa lembab dan turgor kulit elastis.
8.      Anak akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat
9.      Anak akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
10.  Orang tua akan mengekspresikan ketakutan/ kecemasan, dan mengidentifikasi situasi yang mengancam, dan mengatasi kecemasan.

4.      IMPLEMENTASI
1.      Mempertahankan perfusi serebral yang adekuat :
*      Pastikan anak tidak akan mengalami injuri
*      Pertahankan anak tetap kontak dengan lingkungan sekitar
*      Mengobservasi dan mencatat tingkat kesadaran (kewaspadaan orientasi, mudah terstimulasi, letargi, respon yang tidak tepat)
*      Menilai status neurology setiap 1-2 jam (gerakkan yang simetris, reflex infantile, respon pupil, kemampuan mengikuti perintah kemampuan mengepalakan tangan, gerakkan mata, ketajaman penglihatan mata, reflex tendon dalam, kejang, respon verbal).
*      Memonitor adanya peningkatan tekanan intra cranial (meningkatnya lingkar kepala, fontanel menonjol, meningkatnya tekanan darah, menurunnya nadi, pernapasan tidak beraturan, mudah terstimulasi, menangis merintih, gelisah, bingung, perubahan pupil, deficit focal, kejang)
*      Catat setiap kejang yang terjadi, anggota tubuh tubuh yang terkena, lamanya kejang, dan aura
*      Menyiapkan peralatan jika terjadi kejang (pinggiran temapt tidur dinaikkan, tempat tidur dalam posisi rata, peralatan penghisapan lender, bell mudah dijangkau, peralatan emergensi, obat anti kejang)
*      Meninggikan bagian kepala tempat tidur 30o
*      Mempertahankan kepala dan leher dalam satu garis lurus untuk memudahkan venous return
*      Memberikan antibiotic sesuai order/ mempertahankan lingkungan yang tenang, dan menghindari rangsang yang berlebihan (cahaya lampu tidak terlalu terang, anak dalam posisi yang nyaman, hindari melakukan tindakan yang tidak penting)
*      Mengajarkan kepada anak untuk menghindari valsava maneuver (mengedan, batuk, bersin) dan jika merubah posisi anak lakukan secara perlahan.
*      Melakukan latihan pasif/ aktif (ROM)
*      Hindari dilakukannya pengikatan jika memungkinkan
*      Memonitor tanda-tanda septic syok (hipotensi, meningkatnya temperature, meningkatnya pernapasan, kebingungan, disorientasi, vasokontriksi perifer

2,3, dan 4. Mempertahankan oksigenasi sesuai order
*      Auskultasi suara pernapasan setiap 4 jam, laporkan adanya bunyi tambahan (wheezing, crackles)
*      Memonitor frekuensi pernapasan, pola, inspirasi, dan ekspirasi : observasi kulit, kuku, membrane mukosa terhadap adanya sianosis.
*      Memonitor analisa gas darah terhadap adanya hipoksia
*      Melakukan rontgen dada untuk mengetahui adanya infiltrate
*      Ganti posisi setiap 2 jam,  anjurkan anak-anak untuk melakukan akivitas yang dapat ditoleransi.
*      Mempertahankan kepatenan jalan napas : melakukan pengisapan lender, dan mengatur posisi tidur dengan kepala ekstensi
*      Menilai adanya hilangnya reflex muntah

5.                  Mencegah injuri
*      Kaji tanda-tanda komplikasi
*      Kaji status neurologis secara ketat
*      Kaji status pernapasan
*      Menghindari peningkatan intrakaranial : yang dapat menimbulkan valsava maneuver ; batuk, mengejan, bersin, rangsangan dari prosedur seperti ; pengisapan lender (hati hati)

6.      Mempertahankan fungsi sensori
*      Bertingkah laku tenang, konsisten, bicara lambat dan jelas untuk meningkatkan pemahaman anak
*      Mengajak anak berbicara ketika melakukan tindakan, menggunakan sentuhan terpeutik
*      Mengorientasikan secara verbal kepada orang, tempat, waktu situasi menyediakan mainan, barang yang disukai, barang yang dikenal, radio, televise
*      Memanggil dengan nama yang disukai anak, menganjurkan orang tua untuk mengunjungi anak
7 dan 8.  Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat.
*      Mengukur tanda vital paling sedikit setiap 4 jam
*      Memonitor hasil laboratorium : elektrolit, Bj Urin
*      Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi (membrane mukosa kering, meningkatnya nadi, meningkatnya serum sodium, kehilangan berat badan, meningkatnya Bj Urin, kehilangan cairan yang besar dibandingkan dengan intake cairan)
*      Mengobservasi adanya tanda-tanda retensi cairan dan cairan hipotonik yang menunjukkan terjadinya SIADH (menurunnya output urin, meningkatnya Bj urin, menurunnya konsentrasi sodium, mudah terstimulasi, anoreksia, mual )
*      Menimbang berat badan setiap hari dengan skala yang sama dan waktu yang sama
*      Memastikan bahwa jumlah cairan yang masuk tidak berlebihan
*      Memberikan cairan dengan sering tetapi dalam jumlah yang kecil untuk mengurangi distensi lambung
*      Mempertahankan dan memonitor tekanan vena pusat
9. mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat
*      Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas selera anak meningsau jam makat.
*      Berikan makanan disertai dengan supplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
*      Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan secara perlahan, dan menghindari posisi berbaring satu jam setelah makan
*      Menciptakan lingkungan yang menyenangkan pada waktu makan (menghilangkan bau yang tidak menyenangkan, udara segar, bunyi yang mengganggu)
*      Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama
*      Mempertahankan kebersihan mulut anak.
*      Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit
*      Ijinkan keluarga untukmakan bersama anak jika memungkinkan
*      Membatasi intake cairan selama makan, yaitu menghindari minum satu jam sebelum dan setelah makan untuk mengurangi distensi lambung,

10.Orang tua akan mengekspresikan  ketakutan/kecemasan terhadap kemungkinan kehilangan anak dan mencari solusi untuk mengatasinya
*      Mengkaji perasaan dan persepsi orang tua terhadap situasi atau masalah yang dihadapi.
*      Memfasilitasi orang tua untuk mengekspresikan kecemasan dan tentukan hal yang paling membuat anak/keluarga terancam, mendengarkan dengan aktif dan empati.
*      Memberikan dukungan pada keluarga dan menjelaskan kondisi anak sesuai dengan realita yang ada serta, menjelaskan program pengobatan yang diberikan.
*      Mengajarkan teknik relaksasi yang sederhana (teknik napas dalam).
*      Membantu orang tua untuk mengembangkan strategi untuk melakukan penyesuaian terhadap krisis akibat penyakit yang diderita anak.
*      Memberikan dukungan kepada keluarga untuk mengebangkan harapan realistis terhadap anak.
*      Menganalisa system yang mendukung dan penggunaan sumber-sumber di masyarakat (pengobatan, keuangan, social) untuk membantu proses penyesuaian keluarg terhadap penyakit anak.        


HIDROSEFALUS
A.    DEFINISI
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam  ventrikel serebral, ruang subarachnoid, atau ruang sudural.

B.     PATOFISIOLOGI
*      Hidrosepalus terjadi karena ada gangguan absorbs CSF dalam subaracnoid(communicating hidrosefalus) dan atau adanya obstruksi dalam pertikel yang mencegah CSP masuk kerongga subaracnoid karena inpeksi, neoplsma, perdarahan atau kelainan bentuk perkembangan otak janin.(noncomunicating hidrosefalus).
*      Cairan terakumulasi dalam ventrikel dan mengakibatkan dilatasi ventrikel dan penekanan organ-organ yang terdapat dalam otak.

C.    KOMPLIKASI
*      Peningkatan tekanan intra cranial.
*      Kerusakan otak
*      Infeksi : septicemia, endokarditis, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses otak
*      Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
*      Hematoma subdural, peritonitis, abses abdomen, perforasi organ dalam rongga abdomen, fistula, hernia, dan ileus
*      Kematian

D.    ETIOLOGI
*      Penyebab hidrosefalus terbagi dua, yaitu : Kongenital : disebabkan perkembangan janin dalam rahim (misalnya Malformasi Arnold Chiari) atau infeksi intrauterine
*      Di dapat : disebabkan oleh infeksi, neoplasma atau perdarahan.


E.     MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dibedakan menjadi dua, yaitu pada bayi dan masa kanak-kanak.
MASA BAYI :
*      Kepala membesar, fontanel anterior menonjol, vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi creckedpot (tanda Macewen), mata melihat ke bawah (tanda setting sun), mudah terstimulasi, lemah, kemampuan makan kurang, perubahan kesadaran, opisthotonus dan spatik pada ekstermitas bawah.
*      Pada bayi dengan malformasi Arnold Chiari, bayi mengalami kesulitan menelan, bunyi napas stridor, kesulitan bernapas, apnea, aspirasi, dan tidak ada reflex muntah.
*      Sakit kepala, muntah, papil edema, strabismus, ataksia, mudah terstimulasi, letargi, apatis, bingung, bicara inkoheren.

F.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi hidrosefalus, menangani komplikasi, mengatasi efek hidrosefalon atau gangguan perkembangan. Penatalaksanaan terdiri dari :
*      Non pembedahan : pemberian acetazolamide dan isosorbide atau furosemid mengurangi produksi cairan serebro spinal.
*      Pembedahan : pengangkatan penyebab obstruksi misalnya neoplasma, kista, atau haematom; pemasangan shunt yang bertujuan untuk mengalirkan cairan serebrospinal yang berlebihan dari ventrikel ke ruang ekstra cranial misalnya ke rongga peritoneum, atrium kanan, dan rongga pleura

PENATALAKSANAAN PERAWATAN
1.      PENGKAJIAN
*      Riwayat keperawatan
*      Kaji adanya pembesaran kepala bayi, vena terlihat jelas pada kulit kepala, bunyi cracked-pot pada perkusi, tanda setting-sun, penurunan kesadaran, opisthotonus, dan spatik pada ekstremitas bawah, tanda peningkatan tekanan intracranial ( muntah, pusing, papi; edema ) bingung
*      Kaji lingkar kepala
*      Kaji ukuran ubun-ubun, bila menangis ubun-ubun menonjol
*      Kaji perubahan tanda vital khususnya pernapasan
*      Kaji pola tidur, perilaku dan interaksi.

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya volume cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intracranial.
2.      Risiko injury berhubungan dengan pemasangan shunt.
3.      Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan adanya tindakan untuk mengurangi tekanan intrakanial, meningkatnya tekanan intrakinal.
4.      Risiko infeksi berhubungan dengan efek pemasangan shunt
5.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi yang mengancam kehidupan anak.
6.      Antisipasi berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan anak.

3.      PERENCANAAN
1.      Anak akan menunjukan tidak adanya tanda-tanda komplikasi dan perfusi jaringan serebral adekurat.
2.      Anak akan menunjukan tanda-tanda terpasangnya shunt dengan tepat.
3.      Anak tidak akan menujukan tanda-tanda injury
4.      Anak tadak akan menunjukan tanda-tanda infeksi
5.      Orang tua akan menerima anak dan akan mencari bantuan mengatasi rasa berduka.


4.      IMPLEMENTASI
               1 dan 3. Mencegah komplikasi
*      Mengukur lingkar kepala setiap 8 jam
*      Memonitor kondisi fontanel
*      Mengatur posisi anak miring kearah yang tidak dilakukan tindakan operasi.
*      Menjaga posisi kepala tetap sejajar dengan tidur untuk menghindari pengurangan tekanan intracranial yang tiba-tiba.
*      Mengobservasi dan menilai fungsi neurologis setiap 15 menit hingga tanda-tanda vital stabil.
*      Melaporkan segera setiap perubahan tingkah laku ( misalnya; mudah terstimulasi, menurunnya tingkat kesadaran ) atau perubahan tanda-tanda vital ( meningkatnya tekanan darah, denyut nadi perlahan ).
*      Menilai keadaan balutan terhadap adanya pendarahan dan daerah sekitar operasi terhadap tanda-tanda kemerahan dan pembengkakan setiap 15 menit hingga tanda vital stabil, selanjutnya setiap 2 jam.
*      Mengganti posisi setiap 2 jam dan jika perlu gunakan matras yang berisi udara untuk mencegah penekanan yang terlalu lama pada daeran tertentu.
2 dan 4. Mencegah terjadinya infeksi dan injury
*      Melakukan segera jika terjadi perubahan tanda vital ( meningkatkan temperature tubuh ) atau tingkah laku ( mudah terstimulasi, menurunnya tingkat kesadaran ) segera.
*      Memonitor daerah sekitar operasi terhadap adanya tanda-tanda kemerahan atau pembengkakan.
*      Pertahankan terpasangnya kondisi shunt tetap baik, jika kondisi shunt yang tidak baik, maka segera untuk berkolaborasi untuk pengangkatan atau penggantian shunt.
*      Lakukan pemijitan pada selang shunt untuk menghindari sumbatan pada awalnya.
5 dan 6. Membantu penerimaan orang tua tentng keadaan anak dan dapat berpartisipasi
*      Memberikan kesempatan pada orang tua/anggota keluarga untuk mengekspresikan perasaan.
*      Menghindari dalam memberikan pernyataan yang negative
*      Menunjukan tingkah laku yang menerima keadaan anak ( menggendong, berbicara, dan memberikan kenyamanan pada anak )
*      Memberikan dorongan pada orang tua untuk membantu perawatan anak, ijinkan orang tua melakukan perawatan pada anak dengan optimal.
*      Menjelaskan seluruh tindakan dan pengobatan yang dilakukan. Memberikan dukungan pada tingkah laku orang tua yang positif.
*      Mendiskusikan tingkah laku orang tua yang menunjukan adanya frustasi.

5.      PERENCANAAN PEMULANGAN
*      Ajarkan teknik perawatan dan balutan pemasangan shunt dan jelaskan tanda-tanda infeksi dan mal fungsi dari shunt
*      Anjurkan untuk melapor ke perawat atau dokter bila ada sumbatan
*      Jelaskan tentang obat-obatan yang diberikan ; efek kebutuhan mempertahankan tekanan darah (seperti anti kejang)
*      Jelaskan tentang pentingnya control ulang

1.      PENGERTIAN
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.

2.      PATOGENESIS ENSEFALITIS
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
 Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
ü
 Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darahü
Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
 Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di
ü Permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf. Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat . Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.
Penyebab Ensefalitis adalah virus Sering :
·         Herpes simplex
·         Arbo virus Jarang :
·         Entero virus 
·         Mumps
·         Adeno virus

Post Infeksi :
 - Measles
- Influenza 
- Varisella 
Post Vaksinasi :
- Pertusis
Ensefalitis supuratif akut : Bakteri penyebab Esenfalitis adalah : Staphylococcusaureus, Streptokok, E.Coli, Mycobacterium dan T. Pallidum.
Ensefalitis virus: Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus rubella,virus denque,virus polio,cockscakie A,B,Herpes Zoster,varisela,Herpes simpleks,variola.
Gejala-Gejala yang mungkin terjadi pada Ensefalitis :
- Panas badan  meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy ,kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
- Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan ,pendengaran ,bicara dan kejang.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwBsiQyY-mkfO1olkeX0PUMx5vPTVnLAT6JQocViu9wz6KtI-x4re5Ql1f36wZxxmpb5LQwFMugn25ImRihDOlMdonWMP-9pOm12S1kwkAnfrOJNIQBLVMp4mrEFbCMpmeOZe8Rmy_pwc/s400/ASKEP+ANAK+ENCHEPALITIS.png

A.    PENGKAJIAN
a)      IdentitasEnsefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur. 
b)      Keluhan utama: Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
c)      Riwayat penyakit sekarang. Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala.
d)     Riwayat penyakit dahulu. Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.
e)      Riwayat Kesehatan Keluarga. Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E , Coli, dll.
f)       Imunisasi Kapan terakhir diberi imunisasi DTP
Karena ensefalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.  Pertumbuhan dan Perkembangan


3. POLA-POLA FUNGSI KESEHATAN
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Kebiasaan sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan buang air besar di WC,lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh) Status Ekonomi. Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.
Pola Nutrisi dan Metabolisme. Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi. Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makana dan cairan dalam jumlah kurang dari kebutuhan tubuh., Pada pasien dengan Ensefalitis biasanya ditandai Dengan adanya mual, muntah, kepalah pusing, kelelahan. Status Gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh. Postur tubuh biasanya kurus ,rambut merah karena kekurangan vitamin A, berat badan kurang dari normal. Menurutrumus dari BEHARMAN tahun 1992, umur 1 sampai 6 tahun Umur (dalam tahun) x 2 + 8 Tinggi badan menurut BEHARMAN umur 4 sampai 2 x tinggi badan lahir. Perkembangan badan biasanya kurang karena asupan makanan yang bergizi kurang. Pengetahuan tentang nutrisi biasanya pada orang tua anak yang kurang pengetahuan tentang nutrisi. Yang dikatakan gizi kurang bila berat badan kurang dari 70% berat badan normal.
Pola Eliminasi. Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi. Kebiasaan Miksi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal. Jika kebutuhan cairan terpenuhi. Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun, konsentrasi urine pekat.
Pola tidur dan istirahat. Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.
Pola Aktivitas
a. Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.
b. Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan positif. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM. Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk . Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi ane berat,aktifitas togosit turun ,Hb turun ,punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan.
Pola Hubungan Dengan Peran.
Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.
Pola Persepsi dan pola diri.
Pada klien Ensenfalitis umur > 4 ,pada persepsi dan konsep diri Yang meliputi Body Image ,seef Esteem ,identitas deffusion deper somalisasi belum bisa menunjukkan perubahan.
Pola sensori dan kuanitif
a. Sensori
·         Daya penciuman
·         Daya rasa
·         Daya raba
·         Daya penglihatan 
·         Daya pendengaran.

b. Kognitif :
Pola Reproduksi Seksual. Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun ,fimosis tidak ada.
Pola penanggulangan Stress Pada pasien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran :
·         biasanya anak hanya dapat mengeluarkan air mata sajaàStress fisiologi  ,tidak bias menangis dengan keras (rewel) karena terjadi afasia.
·         Stress Psikologi tidak di evaluasi.
Pola Tata Nilai dan Kepercayaan. Anak umur 3-4 tahun belumbisa dikaji


4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM / PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING TERJADI
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
2. Resiko tinggi perubahan peR/usi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umu.
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah. 
7. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
9. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
10. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.

·      DIAGNOSA KEPERAWATAN I.
Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan:
- tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
- Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
Intervensi
1)      Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung. R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2)      Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi. R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia .
3)      Berikan antibiotika sesuai indikasi R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
·         DIAGNOSA KEPERAWATAN II
Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan :
- Tidak terjadi trauma
Kriteria hasil :
- Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain
Intervensi :
1)      Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit.
Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
2)      Pertahankan tirah baring dalam fase akut. R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
3)      Kolaborasi. Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb. R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
4)      Abservasi tanda-tanda vital R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.

·         DIAGNOSA KEPERAWATAN III
Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang
Tujuan :
- Tidak terjadi kontraktur
Ktiteria hasil :
- Tidak terjadi kekakuan sendi
- Dapat menggerakkan anggota tubuh
Intervensi
1)      Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik , terjadi kekacauan sendi. R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program perawatan .
2)      Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.
3)      Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .
4)      Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera
5)      Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang.

ASKEP SEREBRAL PALSY

1.       DEFINISI
Serebral palsi ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan serebelum juga kelainan mental.

2.       ETIOLOGI
1. Pranatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin, misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubella dan penyakit infeksi sitomegalik. Kelainan yang menyolok biasanya gangguan pergerakan dan reterdasi mental. Anoksia dalam kandumgan, terkena radiasi sinar X dan keracunan kehamilan dapat menimbulkan serebral palsi.
2. Perinatal
a) Anoksia/hipoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi bayi abnoemal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar.
b) Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruangsubdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
c) Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
d) Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.
e) Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
3. Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang menggangu perkembangan dapat menyebabkan serebra palsi misalnya trauma kapitis, meningitis dan luka paruh pada otak pasca operasi.
3.       PATOFISIOLOGI
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler , atrofi, hilangnya neuron dan degenarasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. Serebral palsi digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsi dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (structural otak : awal sebelum dilahirkan , perinatal, atau luka-luka /kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidak cukupanvaskuler ,toksin atau infeksi).

4.      FAKTOR RESIKO
a. Prematuritas
b. Ikterus pada masa neonatus
c. Meningitis purulenta pada masa bayi
5.      MENIFESTASI KLINIK
a. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
b. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
c. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus.
d. Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
e. Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
f. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
g. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
6.      KLASIFIKASI
Berdasarkan gejala klinis maka pembagian serebral palsi adalah sebai berikut:
1. Tipe spastis atau piramidal
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah:
Hiprtoni (fenomena pisau lipat)
Hiperfleksi yang disertai klonus
Kecenderungan timbul kontraktur
Refleks patologis
2. Tipe ekstrapiramidal
Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia, ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retradasi mental. Disamping itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperfleksi ringan, jarang sampai timbul klonus. Pada tipe ini kontraktun jarang ditemukan apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetnis dan disantni
3. Tipe campuran
Gejala-gejala merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan hipertoni disertai gerakan khorea.

7.       PENATALAKSANAAN
a. Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orangtua pasien.
b. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatika posisis pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
c. Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan.
d. Obat-obatan
Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien ini.
e. Tindakan keperawatan
Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.
Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepad orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal supaya segera dibawa konsultasi ke dokter.
8.      DIAGNOSA PENUNJANG
1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral palsi di tegakkan.
2. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal.
3. Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
4. Foto rontgen kepala.
5. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
6. Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental.
9.      KOMPLIKASI
1. Ataksi
2. Katarak
3. Hidrosepalus
10.  PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada gejala dan tipe sebral palsi. Prognosis paling baik pada derajat fungsional yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan pengkiahatan dan pendengaran
Infeksi plasenta, plasenta previa, presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik



ASUHAN KEPERAWATAN
  1. PEGKAJIAN
1. Kaji riwayat kehamilan ibu
2. Kaji riwayat persalinan
3. Identifikasi anak yang mempunyai resiko
4. kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan/menelan, perkembangan yang terlambat dari anak normal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang persisten, ataxic, kurangnya tonus otot.
5. Monitor respon bermain anak
6. Kaji fungsi intelektual
7. Tidak koordinasi otot ketika melakukan pergerakan (kehilangan keseimbangan)
8. Otot kaku dan refleks yang berlebihan (spasticas)
9. Kesulitan mengunyah, menelan dan menghisap serta kesulitan berbicara
10. Badan gemetar
11. Kesukaran bergerak dengan tepat seperti menulus atau menekan tombol
12. Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin mempunyai permasalahan tambahan, termasuk yang berikut: kejang, masalah dengan penglihatan dan pendengaran serta dalam bersuara, terdapat kesulitan belajar dan gangguan perilaku, keterlambatan mental, masalah yang berhubungan dengan masalah pernafasan, permasalahan dalam buang air besar dan buang air kecil, serta terdapat abnormalitas bentuk ulang seperti scoliosis.
B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis
3. Penururnan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak
4. Ketidakteraturan perilaku bayi
5. Nyeri akut
6. Hambatan komunikasi verbal
7. Gangguan persepsi sensori
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Dx. Pola nafas tidak efektif
Tujuan:
Respirasi rate normal
Klien mudah untuk bernafas
Pengeluaran udara paksa tidak terjadi
Penggunaan otot tambahan tidak terjadi
Tidak terjadi dispnea
Kapasitas vital normal
Intervensi:
1. Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan semi powler/kepala agak tinggi jurang lebih 30 derajat
2. Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap terbuka.
3. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan anak.
4. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhab anak.
5. Berikan atau tingkatkan istirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan klien atau dengan jadwal yang tepat.
6. Berikan penyebab untuk melancarkan jalan nafas.
7. Monitor pernafasan, irama, kedalama dan memantau saturasi oksigen.
2. Dx. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan factor biologis.
Tujuan:
Nitrisi stasus
Terpenuhinya intake nutrisi
Terpenuhinya energi
Berat badan naik
Intervensi
1. Monitor status nutrisi pasien:
2. Monitor pemasukan nutrisi dan kalori
3. Catat adanya anoreksia , muntah dan terapkan jika ada hubungan dengan medikasi
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik
5. Informasikan pada keluarga, Nutrisi apa saja yang dibutuhkan bagi klien
6. Kolaborai dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan perencanaan , melibatkan orang lain yang berwenang
3. Dx : Penurunan Kapasitas intracranial berhubungan dengan cedera otak
Tujuan :
Menunjukan peningkatan kapasitas adaptif intracranial
Menunjukan status neurologis
Intervensi
1. Pengelolaan edema serebral
2. Peningkatan perfusi serebral
3. Memantau tekanan intracranial
4. Memantau neurologist
4. Dx : Perilaku bayi : Terkendali atau potensial meningkat
Tujuan :
Menunjukan tidak adanya perlambatan dari tingka perkembangan anak
Menunjukan termoregulasi
Intrvensi :
1. Manajemen lingkungan
2. Perbaikan kualitas tidur








ASKEP ANAK KEJANG DEMAM

A. PENGERTIAN

1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229)

2. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk. 2000: 434)

 

B. ETIOLOGI

Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and Wong (1995: 1929)

1)      Demam itu sendiri. Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.

2)      Efek produk toksik daripada mikroorganisme

3)      Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.

4)      Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

5)      Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas. Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.

C. PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sestem kardiovaskuler. Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp – ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)

E. MANIFESTASI KLINIS

Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43). Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.

F. PENATALAKSANAAN

Menurut Ngastiyah (1997: 232-235) dan Hassan & Alatas (195: 850-854) ada 4 faktor yang perlu dikerjakan :

1)      Segera diberikan diezepam intravena -->dosis rata-rata 0,3mg/kg atau diazepam rektal ---------------->dosis ≤ 10 kg = 5mg/kg. Bila diazepam tidak tersedia langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.

2)      Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya 

3)      Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan bila telah memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB

4)      memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.

Ada juga penatalaksanaan yang lain yaitu:

a. Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 - 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 - 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca - glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara Intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.

b. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.

c. Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit. Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya. Disamping itu pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan karena zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah

G. KLASIFIKASI

Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah

1. Kejang demam sederhana yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :

a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun

b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.

c. Kejang bersifat umum

d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.

e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal

f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.

g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

2. Kejang kompleks. Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.

 

H. KOMPLIKASI

Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :

1. Kerusakan otak. Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.

2. Retardasi mental Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

 

I. PENCEGAHAN

Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.

1. Pencegahan berulang

a. Mengobati infeksi yang mendasari kejang

b. Penkes tentang

1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter

2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37ºC)

3) Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat

4) Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi.

Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi :

a)      Baringkan pasien pada tempat yang rata

b)      Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh

c)      Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas

d)     Lepaskan pakaian yang ketat

e)      Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera

 

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Komite Medik RSUP Dr. sardjito ( 2000:193) dan LUmbantobing dan Ismail (1989 :43), pemeriksaannya adalah :

1. EEG-->Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks.

2. Lumbal Pungsi Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak.  Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan lumbal Fungsi

- Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :

1)      Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom

2)      Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml)

3)      Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L bayi 3.6-5.8mEq/L

ASUHAN KEPERAWATAN
A.     Pengkajian
Menurut doengoes (1993:259) dasar data pengkajian adalah:
a.       Aktifitas
Gejala : keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktifitas/ bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri/ orang terdekkat/ pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : perubahan tonus/ kekuatan otot, gerakan innvolunter. Kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
b.      Sirkulasi
Gejala :
iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis.
Posiktal : tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
c.       Eliminasi
Gejala : inkontinensia episodic
Tanda :
Iktal ; peningkatan kandung kemih /spingter
Posiktal ; otot relaksasi yang menyebabkan inkontinensia
d.      Makanan Dan Cairan
Gejala : sensitifitas terhadap makana, mual muntah yang berhubungan dengan aktifitas kejang
e.       Neurosensori
Gejala : riwayat sakit kepala aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing, riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral
f.       Nyeri/ kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri otot/ punggung pada periode post iktal
Tanda : sikap/tingkah laku yang berhati-hati perubahan pada tonus otot, tingkah laku distraksi/ gelisah
g.       Pernafasan
Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun/cepat
B.     Diagnosa keperawatan yang muncul menurut capernito (1999 : 469) :
1.      Resiko terhadap bersihan jalan nafas/ pola nafas tidak efektif b.d relaksasi lidah sekunder akibat gangguan persarafan otot.
2.      Resiko terhadap cedera b.d gerakan tonik/klonik yang tidak terkontrol selama episodic kejang
3.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b.d proses penyakit
4.       resiko terhadap ketidak efektifan penatalaksanaan program terapeutik b.d kurang pengetahuan  (orangtua) tentang kondisi, pengobatan dan aktifitas kejang selama episode kejang
C.     Rencana keperawatan
Menurut capernito (1999) rencana keperawatannya meliputi :
1.      Resiko terhadap bersihan jalan nafas/ pola nafas tidak efektif b.d relaksasi lidah sekunder akibat gangguan persarafan otot.
Intervensi :
a.       Baringkan klien di tempat yang rata kepala dimiringkan dan pasang tanguespatel
b.      Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien, lepaskan pakain yang mengganggu pernafasan
c.       Lakukan penghisapan sesuai indikasi
d.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian oksigen dan obat anti kejang

2.      Resiko terhadap cedera b.d gerakan tonik/klonik yang tidak terkontrol selama episodic kejang
Intervensi :
a.       Jauhkan benda-benda yang ada di sekitar klien
b.      Kaji posisi lidah pastikan lidah tidak jatuh ke belakang menyumbat jalan nafas
c.       Awasi klien dalam waktu beberapa lama selama setelah kejang
d.      Observasi TTV
e.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti kejang

3.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b.d proses penyakit
a.       Observasi TTV setiap 4 jam lebih
b.      Kaji saat timbulnya demam
c.       Berikan penjelasan kepada keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan
d.      Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan masukan cairan 1,5 lt/24 jam
e.       Beri kompres dingin terutama pada bagian frontal dan aksila
f.       Kolaborasi tentang pemberian cairan dan obat antipiretik
Evaluasi :
hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan klien dengan kejang demam adalah mencegah atau mengendalikan aktivitas kejang,melindungi klien dari cedera, mempertahankan jalan nafas dan pemahaman keluarga tentang pencegahan pengobatan aktivitas selama kejang.

SPINA BIFIDA
Definisi
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.  Spina bifida adalah gagal menutupnya columna vertebralis pada masa perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural.
Gangguan fusi tuba neural terjadi sekitar minggu ketiga setelah konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Beberapa hipotesis terjadinya spina bifida antara lain adalah :
·         Terhentinya proses pembentukan tuba neural karena penyebab tertentu
·         Adanya tekanan yang berlebih dikanalis sentralis yang baru terbentuk sehingga menyebabkan ruptur permukaan tuba neural
·         Adanya kerusakan pada dinding tuba neural yang baru terbentuk karena suatu penyebab. ( Buku ajar Ilmu Kesehatan Anak, A.H. Markum:2002)
Penyebab
Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan. Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina bifida (diagnosa banding)  :
·         Hidrocephalus
·         Siringomielia
·         Dislokasi pinggul
Beberapa jenis spina bifida :
a)      Okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
Gejalanya :
·         Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
·         Lekukan pada daerah sacrum

b)      Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan dari cairan dibawah kulit.
·         menonjolnya meninges
·         sumsum tulang belakang
·         cairan serebrospinal

c)      Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar da merah.
Gejala
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan saraf yang terkena. Gejalanya berupa:
·         Penonjolan seperti kantung dipunggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
·         Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
·         Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
·         Penurunan sensasi
·         Inkontinensia urine, maupun inkontinensia tinja
·         Korda spinalis yang terkena, rentan terhadap infeksi (meningitis).
http://images.google.co.id/images
Komplikasi
Terjadi pada salahsatu syaraf yang terkena dengan menimbulkan suatu kerusakan pada syaraf spinal cord, dengan itu dapat menimbulkan suatu komplikasi tergantung pada syaraf yang rusak.
Patofisiologi
Cacat terbentuk pada trisemester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali. (Media Aesculapius. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2. 2000. Jakarta: MA.)
Hidrosefalus seringsepalus empuan 3 kali lebih dominan. pusatsi i foramen Luschkahasilkan peningkatan tekanan dan dilatasi dari aliran proksikali dihubungkan dengan Mielomeningokel yang seharusnya diamati perkembangannya pada bayi. Pada kasus yang masih tersisa terdapat riwayat infeksi intrauterin (toksoplasmosis, sitomegalovirus), perdarahan perinatal (anoksik atau traumatik), dan meningoensepalitis neonatal (bakteri atau virus).
Pengobatan
Tujuan dari pengobatan awal adalah:
·         Mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida
·         Meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi)
Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida. Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
Pencegahan
Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus ditangani sebelum wanita tersebut hamil,   karena kelainan ini terjadi sangat dini. Pada  wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
Pemeriksaan Diagnostik
·         USG : Untuk mengetahui apakah ada kelainan spina bifida pada bayi yang dikandung adalah melalui pemeriksaan USG. Hal itu dapat diketahui ketika usia bayi 20 minggu.
·         Pemeriksaan darah pada ibu
Dengan teknik AFP : hanya membutuhkan sedikit sampel darah dari lengan ibu dan tidak beresiko terhadap janin. Bila hasil skrining positif biasanya diperlukan test lanjutan untuk memastikan adanya kelainan genetik pada janin yang lahir kelak menderita cacat.
·         Pemeriksaan air ketuban ibu

Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
Faktor genetik
Faktor genetik merupakan dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas, dan berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik adalah sebagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa,. Potensi genetik yang bermutu jika berinteraksi dengan lingkungan secara positif akan dicapai hasil akhir yang optimal
Faktor herediter, sebagai faktor yang sudah dipastikan.
75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan.
ü   Mutasi gen.
ü   Kelainan kromosom
Faktor  lingkungan
Lingkungan merupakan faktor  yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang baik memungkinkan potensi bawaan tercapai, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkungan “ bio-fisiko-psiko-sosial” yang mempengaruhi individu setiap hari mulai dari konsepsi sampai akhir hayat, antara lain :
ü   Faktor usia ibu
ü   Obat-obatan.
Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid
ü  Nutrisi
ü  Penyakit : infeksi Sifilis, virus rubella
ü  Radiasi
ü  Stres emosional
ü  Trauma (trimester pertama)
Faktor psikososial : Respon orang tua terhadap bayi/anak :
ü  Rasa bersalah
ü  Kemampuan membuat keputusan tentang pengobatan/ tindakan segera
ü  Kemampuan untuk berkomunikasi dengan yang lain
Pertumbuhan dan Perkembangan selama masa bayi :

Fisik
Motorik kasar
Motorik halus
·         Penambahan berat badan 150 sampai 210 gr setiap minggu selama 6 bulan pertama.
·         Penambahan tinggi badan 2,5 cm setiap bulan selama 6 bulan pertama.
·         Peningkatan lingkar kepala sebesar 1,5 cm setiap bulan selama 6 bulan pertama.
·         Ada refleks primitif dan kuat
·         Refleks mata boneka dan refleks dansa menghilang.
·         Pernafasan hidung harus terjadi.
·         Memilih posisi fleksi dengan felvis tinggi tetapi lutut tidak dibawah abdomen bila telengkup.
·         Dapat memutar kepala dari satu sisi ke sisi lain bila telengkup.
·         Mengalami head lag yang nyata, khususnya bila menarik kepala dari posisi berbaring ke posisi duduk.
·         Menahan kepala sebentar secara faralel dan dlam garis tengah dan tertahan dlam posisi telengkup.
·         Menunjukan refleks leher tonik asimetris bila telentang
·         Bila menahan dalam posisi berdiri, tubuh lemas pada lutut dan panggul
·         Tangan tertutup secara umum.
·         Refleks menggenggam kuat.
·         Tangan mengatup pada kontak dengan mainan.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian keperawatan
·         Riwayat prenatal
·         Riwayat keluarga dengan defek spinal cord

Pemeriksaan fisik :
ü  Adanya myelomeningocele sejak lahir
ü  Peningkatan lingkar kepala
ü  Hipoplasi ekstremitas bagian bawah
ü  Kontraktur/ dislokasi sendi
ü  Adanya inkontinensia urin dan feses
ü  Respon terhadap stimulasi
ü  Kebocoran cairan cerebrospinal
Diagosa keperawatan :
a)      Risiko tinggi infeksi b.d spinal malformation, luka operasi dan shunt
b)      Ganguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan :
ü  Anak bebas dari infeksi
ü  Anak menunjukan respon neurologik yang normal
Kriteria hasil :
ü  Suhu dan TTV normal
ü  Luka operasi, insisi bersih
Intervensi
a)      Monitor tanda-tanda vital. Observasi tanda infeksi : perubahan suhu, warna kulit, malas minum , irritability, perubahan warna pada myelomeingocele.
b)      Ukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali, observasi fontanel dari cembung dan palpasi sutura cranial
c)      Ubah posisi kepala setiap 3 jam untuk mencegah dekubitus
d)      Observasi tanda-tanda infeksi dan obstruksi jika terpasang shunt, lakukan perawatan luka pada shunt dan upayakan agar shunt tidak tertekan
Rasional
a)      Untuk melihat tanda-tanda terjadinya resiko infeksi
b)      Untuk melihat dan mencegah terjadinya TIK dan hidrosepalus
c)      Untuk mencegah terjadinya luka infeksi pada kepala (dekubitus)
d)      Menghindari terjadinya luka infeksi dan trauma terhadap pemasangan shunt

Berduka b.d kelahiran anak dengan spinal malformation
Tujuan :
Orangtua dapat menerima anaknya sebagai bagian dari keluarga
Kriteria hasil :
ü  Orangtua mendemonstrasikan menerima anaknya dengan menggendong, memberi minum, dan ada kontak mata dengan anaknya
ü  Orangtua membuat keputusan tentang pengobatan
ü  Orangtua dapat beradaptasi dengan perawatan dan pengobatan anaknya


Intervensi
a)      Dorong orangtua mengekspresikan perasaannya dan perhatiannya terhadap bayinya, diskusikan perasaan yang berhubungan dengan pengobatan anaknya
b)      Bantu orangtua mengidentifikasi aspek normal dari bayinya terhadap pengobatan
c)      Berikan support orangtua untuk membuat keputusan tentang pengobatan pada anaknya
Rasional
a)      Untuk meminimalkan rasa bersalah dan saling menyalahkan
b)      Memberikan stimulasi terhadap orangtua untuk mendapatkan keadaan bayinya yang lebih baik
c)      Memberikan arahan/suport terhadap orangtua untuk lebih mengetahui keadaan selanjutnya yang lebih baik terhadap bayi

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d kebutuhan positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
Tujuan :
Anak mendapat stimulasi perkembangan
Kriteria hasil :
ü  Bayi / anak berespon terhadap stimulasi yang diberikan
ü  Bayi / anak tidak menangis berlebihan
ü  Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat untuk bayi / anaknya
Intervensi
a)      Ajarkan orangtua cara merawat bayinya dengan memberikan terapi pemijatan bayi
b)      Posisikan bayi prone atau miring kesalahasatu sisi
c)      Lakukan stimulasi taktil/pemijatan saat melakukan perawatan kulit
Rasional
a)      Agar orangtua dapat mandiri dan menerima segala sesuatu yang sudah terjadi
b)      Untuk mencegah terjadinya luka infeksi dan tekanan terhadap luka
c)      Untuk mencegah terjadinya luka memar dan infeksi yang melebar disekitar luka

Risiko tinggi trauma b.d lesi spinal
Tujuan :
Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal
Kriteria Hasil:
ü  Kantung meningeal tetap utuh
ü  Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
Intervens
a)      Rawat bayi dengan cermat
b)      Tempatkan bayi pada posisi  telungkup atau miring
c)      Gunakan alat pelindung di sekitar kantung ( mis : slimut plastik bedah
d)      Modifikasi aktifitas keperawatan rutin (mis : memberi makan, member kenyamanan)
Rasional
ü  Untuk mencegah kerusakan pada kantung meningeal atau sisi pembedahan
ü  Untuk meminimalkan tegangan pada kantong meningeal atau sisi pembedahan
ü  Untuk memberi lapisan pelindung agar tidak terjadi iritasi serta infeksi
ü  Mencegah terjadinya trauma

Resiko tinggi cedera b.d peningkatan intra kranial (TIK)
Tujuan : pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial
Kriteria Hasil :   anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan TIK
Intervensi
a)      Observasi dengan cermat adanya tanda-tanda peningkatan TIK
b)      Lakukan pengkajian Neurologis dasar pada praoperasi
c)      Hindari sedasi
d)      Ajari keluarga tentang tanda-tanda peningkatan TIK dan kapan harus memberitahu
Rasional
a)      Untuk mencegah keterlambatan tindakan
b)      Sebagai pedoman untuk pengkajian pascaoperasi dan evaluasi fungsi firau
c)      Karena tingat kesadaran adalah pirau penting dari peningkatan TIK
d)      Praktisi kesehatan untuk mencegah keterlambatan tindakan


Daftar Pustaka
Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : EGC, 2002.
Whaley’s and Wong. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edis 4. Jakarta : EGC, 2003.

(http://www.medicastore.com/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar